Jakarta (Koalisinews.com), Hari ini adalah hari bersejarah buat bangsa Indonesia. Khususnya bagi Presiden terpilih Bapak Jendral TNI Purn Prabowo Subianto. Yang kita ketahui semua bagaimana lika-liku kehidupan, pasang surut, dan tragedi yang beliau jalani hingga akhirnya dilantik jadi Presiden RI yang ke-8.
Kalau kita membaca buku Paradoks Indonesia (buku yang beliau tulis 10 tahun yg lalu), serta buku Give Away (buku terbaru yang baru diluncurkan tahun 2024 ini), maka kita akan dapat membaca pikiran dan pemahaman seorang Prabowo Subianto terhadap bangsa dan negara Indonesia. Seperti kata Jhon Locke ; “ Manusia iti seperti tinta dan kertas, kita dapat mengetahui isi pikiran seorang manusia bisa dilihat dari apa yang ditulisnya sendiri “.
Ketika membaca Paradoks Indonesia, kita bisa merasakan bagaimana teriakan dan protes Prabowo terhadap kondisi bangsa kita saat ini. Negara yang begitu kaya raya dengan berbagai macam sumber daya alamnya baik darat, laut dan udara. Namun, masih miskin dan jauh dari kesejahteraan. Tidak ada alasan bangsa ini miskin dan punya hutang kalau pengelolaan sumber daya alamnya dilakukan dengan baik dan benar. Karena pada dasarnya ; Tidak ada sebuah negara yang miskin, kecuali ada kesalahan pada pengelolaan pemerintahannya.
Artinya, Indonesia dengan segala sumber daya nasional yang dimiliki akan bisa jadi sebuah negara yang besar, kaya, maju dan sejahtera kalau pemimpin dan pemerintahannya dijalankan dengan baik dan benar sesuai amanat konstitusi UUD 1945.
Kita lanjut membaca buku Give Away dari Prabowo yang bercerita tentang sepak terjang dan pengalamanya dalam dunia militer. Termasuk bagaimana cara pandang seorang Prabowo melihat Indonesia dari kaca mata global dan pergaulan internasional. Dimana pentingnya sebuah kepemimpinan yang kuat “ Strong Leadership “ yang berkomitmen teguh, membawa Indonesia menjadi “Global Player” di dunia internasional yang disegani dan bermartabat.
Selaras dengan pemikiran seorang pakar geopolitik dunia Prof. Jhon Mearsheimer yang dalam pembekalan para calon menteri di Hambalang kemaren menjadi salah satu nara sumber. Bahwa, dunia internasional itu ibarat hutan liar yang tidak bertuan. Hukum rimba berlaku di situ. Siapa yang kuat maka dialah yang menjadi penguasanya.
Artinya, Jhon berpendapat ; Jangan harap sebuah negara akan maju atas dukungan dan sokongan negara lain. Negara yang ingin maju dan kuat, memang harus menjadi negara yang mandiri, bertekad kuat, punya ideologi yang jelas, dan motivasi berbangsa bernegara yang superior secara kolektif kebangsaannya.
Jhon juga menambahkan, apabila suatu negara ingin punya pengaruh di tingkat global, maka negara itu harus menjadi “leader” (kepala preman) di kawasannya sendiri. Karena sudah menjadi tradisi pergaulan internasional, siapa yang menjadi top leader di kawasan (regional) maka, akan mempunyai “bargaining position” yang tinggi di pergaulan global.
Opportunity yang didapatkannya adalah, ketika sebuah kawasan ekonomi dan politik ya stabil? Makan investasi dan berbagai macam bentuk kerja sama ekonomi akan mengalir ke kawasan itu. Dimana otomatis, negara yang menjadi leader di sana akan menjadi tujuan utama investasi yanh sudah pasti akan memberikan konstribusi positif terhadap pertumbuhan ekonominya.
Berkemungkinan, kalau kita gabungkan antara buku paradoks Indonesai, buku Give Away, serta pemikiran dari Jhon Mearsheimer tadi, kita dapat menganalisa dan berhipotesa, antara lain :
1. Prabowo di tahun pertama akan berkonsentrasi pada mengurangi angka kemiskinan, stunting, pengangguran, serta bagaimana menciptakan lapangan kerja dan investasi. Program makan gratis bergizi yang dikampanyekan adalah salah satu terobosan yang diharapkan Prabowo akan berkonstribusi meningkatkan pertumbuhan ekonomi 2 persen. Tujuannya adalah : Ketika pertumbuhan ekonomi negara kita naik menjadi 7/8 persen maka investasi akan masuk. Namun bedanya dengan pemerintahan Joko Widodo sebelumnya, Prabowo lebih menitikberatkan perputaran ekonomi itu dirasakan langsung oleh rakyat kelas menengah. Sehingga ekonomi berputas, uang berputar di tengah masyarakat sehingga meningkatkan daya beli masyarakat. Bukan hanya dinikmati oleh kalangan elit oligarkhi seperti yang terjadi 10 tahun belakangan ini.
2. Sebelum pelantikan, kita melihat semua bagaimana Prabowo keliling dunia melakukan diplomasi pertahanan dan luar negeri. Mulai dari negara NATO, Rusia, Timur Tengah, Australia, Amerika, Inggris dan regional Asia dan Asia Tenggara. Dalam hal ini kita dapat melihat bagaiamana ambisi dan tekad dari seorang Prabowo ingin menjadikan Indonesia sebagai negara “leader” minimal di kawasan Asia Tenggara. Karena secara sejarah, para pendahulu Presiden kita baik di era Soekarno dan Soeharto, hal itu sudah berjalan dengan baik. Soekarno dengan KAA (Konfrendi Asia Afrika), dan Pak Harto dengan GNB (Gerakan Non Blok) dan dapat dikatakan, di masa itu Indonesia adalah “Big Brother” nya negara di Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN. Kesimpulannya, mengentaskan kemiskinan dan mensejahterakan rakyat dengan kepemimpinan pemerintahan yang kuat (Strong Leadership) dan menjadikan Indonesia menjadi negara besar yang berpengaruh di dunia minimal di kawasan Asia, adalah konsentrasi awal seorang Prabowo Subianto. Karena hanya dengan kepemimpinan yang kuat serta ditopang oleh stabilitas politik dan ekonomi yang baik, Indonesia baru akan bisa bangkit dan maju. Bukan dengan pembangunan berbasis hutang dan obral konsesi sumber daya alam yang menguntungkan negara asing serta kelompok oligarkhi. Cuma pertanyaan krusial kita semua adalah apakah bisa semua niat baik, pemikiran, dan cita-cita seorang Prabowo itu dapat terwujud di tengah kuatnya pengaruh cengkraman kekuatan status quo yang seakan tidak rela melepaskan kekuasaannya ??? Karena sebagus apapun program dan visi seorang Presiden, juga sangat tergantung kepada para pejabat pemerintahan dan para menteri pelaksananya. Baik secara kompetensi, integritas, dan ideologi pemikirannya. Secara DNA politik dan ideologi pemikiran. Kita bisa melihat ada jurang yang dalam dan lebar antara Prabowo dan Joko Widodo. Prabowo lebih patriotik, kerakyatan dan luwes dalam pergaulan internasional. Sedangkan Joko Widodo, lebih pro kepentingan asing dan oligarkhi, feodal, serta kikuk (inferior) dalam pergaulan internasional. Prabowo ingin membangun Indonesia di mulai dari rasa patriotik kebersamaan, kemandirian dalam pengelolaan sumber daya nasional, sedangkan Joko Widodo melalui jalan pintas menumpuk hutang dan inventasi komsumtif.
Sebagai anak bangsa kita semua tentu berharap. Ada perubahan mendasar dan terobosan besar yang bisa dilakukan Prabowo untuk bangsa dan negara ini. Terlepas dari hiruk pikuk susunan kabinet Menteri yang status quo (mengecewakan masyarakat), kita tetap optimis dan berharap, perlahan ketika kekuasaan sudah berada di tangan Prabowo secara penuh, segala niat baik, program dan visi beliau yang tercantum dalam dua buku yang kita bahas di atas bisa terlaksana dengan baik.
Dan semoga juga, Pak Prabowo kita do’akan bersama, selalu sehat wa’alfiat, sukses, diridhoi serta di lindungi Allah SWT dari segala macam mara bahaya dan niat buruk manusia. Aammiinn YRA.
Selamat Bertugas Jendral !
Selamat mengabdi Pak Presiden !
Bumi Pertiwi Memanggilmu !
Salam Indonesia Jaya !
Duren Sawit, 20 Oktober 2024